Karya : Nur Laili Mazidah
Mengunjungi
sebuah pameran seni adalah hal yang paling kami gemari, entah itu pameran seni
musik, seni tari, ataupun pameran seni lainnya. Aku dan sahabatku sudah lama
menggemari kegiatan ini. Bahkan hampir setiap ada pameran kami jarang absen mengunjunginya,
tapi pernah sesekali kami absen karena terkadang pamerannya digelar di luar
kota atau ketika salah satu di antara kami ada yang sedang sibuk atau sakit.
“Apa kamu sudah
siap? Kalau sudah aku akan berangkat untuk menjemputmu”. Telepon genggam yang
semula diam tiba-tiba berdering dan nada dering yang khas dari telepon itu
mengagetkan Nima yang sedang asyik berdandan di depan cermin.
“Sudah bosss,
aku sudah siap. Yuk cap cus ke rumahku...!!!”. Pesan singkat pun ku terima dari
Nima dan aku bergegas untuk menjemputnya.
Hari ini kami
akan mengunjungi sebuah pameran seni lukis yang kebetulan diadakan di kota
kami. Beruntung karena pameran kali ini tidak seperti biasanya yang diadakan
pada hari-hari sekolah, kali ini pamerannya dilaksanakan pada hari Minggu. Jadi
aku dan Nima tak perlu repot-repot pergi ke pameran setelah pulang sekolah,
secara hari ini adalah hari Minggu.
“Hayooo,
nglamun aja. Yuk berangkat,,,!!!”
“Rayaaa, kaget
tau. Baru nongol kamu, hampir aja aku mau telefon. Udah luntur nih bedak aku
gara-gara nungguin kamu. Jamuran tau...!!! Ah...”
“Haha, maaf deh
non. Tadi macet tuh di jalan, sebal sendiri juga aku kena macet. Huh...”
“Ya udah deh,
yuk berangkat. Keburu siang nih”
“He’em deh, ayo,.,.,!!!”
Tak jauh dari
rumah Nima, aku dan Nima sudah sampai di depan gedung hotel tempat dimana
pameran digelar. Aku segera memarkirkan motorku di area parkir sedangkan Nima
membeli tiket masuk di lobi hotel.
“Ayo Ray, aku
sudah tak sabar untuk melihat koleksi-koleksi lukisan para seniman bangsa...!!!
Secara ini kan pertama kalinya kita mengunjungi pameran seni lukis, biasanya
saja pameran lukisan diadakan di luar kota”
“Iya Nima... Sabar,
tunggu dulu sebentar, ini kita harus mencari dulu mana yang lukisannya sedang
sepi pengunjung, biar nggak dorong-dorongan dan nggak jatuh juga”
“Iya deh iya,
aku nurut aja sama kamu, mana dulu yang harus dilihat”
“Nah gitu dong,
harus nurut sama aku. Nanti kalau dorong-dorongan bisa keringetan trus bedak
kamu luntur deh. Hahaaa...!!!”
“Eh dasar kamu
ya, awas nanti kalau udah nyampek rumah,,,!!!”
“Haha, udah deh.
Disana tuh ada lukisan sedang sepi, ayo kita kesana...!!!”
“Oh iya, ayo
deh...!!!”
Suhu ruangan
mulai panas, cahaya matahari pun sudah nampak dari dalam ruangan. Ini menunjukkan
kalau waktu sudah siang. Tak terasa aku dan Nima sudah berkeliling melihat
semua lukisan, hanya satu lukisan yang belum kami lihat karena sejak tadi
pengunjung masih banyak yang mengerumuni lukisan itu. Aku dan Nima hanya berdiri,
terdiam sambil melihat kerumunan pengunjung yang tak kunjung beranjak pergi
dari lukisan yang satu itu.
“Kapan akan
sepi lukisan itu?”, gumamku dalam hati. “Aha, aku punya ide,,,!!!”
“Eh kebiasaan
deh kamu Raya, selalu ngagetin aja. Ide apa? Bagus apa nggak idenya?”
“Eh hehehe, ya
maaf, terlalu seneng sih. Nggak tau sih ide ini akan berhasil atau tidak, tapi
usaha dulu lah...!!! Hehe”
“Ya udah deh,
apa idenya? Kasih tau aku dong...!!!”
“Kamu tunggu
dulu disini, nanti aku kembali”
“Loh mau
kemana?”
“Udah tunggu aja
disitu...!!!”
“Huh, dasar...”
Aku berlari
untuk mencari meja panitia dan akhirnya ketemu juga setelah susah payah
mencarinya.
“Ada yang bisa
saya bantu dik?”, tanya seorang panitia laki-laki kepadaku.
“Oh iya mas,
saya mau minta tolong ambilkan foto lukisan yang itu, yang banyak sekali
pengunjungnya...!!!”, jawabku sambil menunjuk lukisannya.
“Waduh kalau
masalah potret-memotret saya tidak ahli dik, tapi tenang saja, ada teman saya
yang ahli, saya panggilkan dulu ya...!!! Adik silakan duduk saja dulu...!!!”
“Oh iya mas”
Aku segera
duduk dan mengambil botol air minum di tasku karena suhunya semakin panas,
apalagi aku habis lari-larian. Dan tiba-tiba ada yang menepuk bahuku, sesegera
mungkin aku berdiri dan melihat ke belakang. Ternyata panitia yang tadi
membantuku dan datang bersama temannya.
“Ini temanku
dik, dia yang ahli masalah potret-memotret, mungkin dia bisa bantu adik. Kalau
begitu saya tinggal dulu ya, masih banyak tugas ini”
“Oh iya mas,
terima kasih sudah membantu”
Panitia itu pun
pergi meninggalkan kami berdua, dan aku pun menyerahkan camera digitalku ke
panitia yang sedang berdiri di hadapanku saat ini.
“Tadi sudah
dikasih tau sama masnya yang tadi, jadi saya langsung saja mengambil foto
lukisan itu dulu ya dik, kamu tunggu aja dulu disini, nanti kalau sudah selesai
saya kembali lagi kesini”,
“Oh iya mas,
saya tunggu disini”
Panitia itu pun
pergi meninggalkan aku sendiri, terpaksa aku hanya bisa memainkan ponselku saja
sembari menunggunya selesai mengambil gambar. Setelah menunggu beberapa saat,
panitia itu pun kembali dan lekas menunjukkan hasil jepretannya kepadaku. Kami
berdua terhanyut oleh suasana, asyik ngobrol banyak tentang kamera ataupun yang
lainnya. Tak terasa aku sudah lama meninggalkan Nima yang tadi menunggu aku di
ruangan pameran yang lain.
“Rayaaa, kok
lama banget sih. Aku cariin eh taunya disini. Waaah hayooo siapa itu...???”,
ejek Nima sambil menunjuk panitia yang berada di depanku.
“Hussh, kamu
ini ya. Ini tadi mas panitia yang membantu aku mengambil gambar lukisan yang
itu, yang dari tadi ramai pengunjungnya”, jawabku dengan nada agak kesal.
“Ooowww,
gituuu, hehe ya maaf, maaf ya mas...!!!”
“Iya dik, nggak
papa kok”
“Ayo pulang,
udah siang ini, udah selesai juga kan kita lihat-lihatnya,,,???”, ajak Nima
dengan rengekan khasnya.
“Ayo Nim, iya
nih nggak terasa udah siang...!!! Kami pulang dulu ya mas, terima kasih
bantuannya”, ucapku sembari meninggalkan panitia itu.
“Dik, siapa
namamu,,,???”, tiba-tiba panitia itu memanggilku. Segera aku menoleh ke
belakang dan menyebutkan namaku, “Raya mas, anda...???”. Panitia itu tak
menyebutkan namanya, namun hanya menunjuk nama dada yang tertera di bajunya.
“Oh iya mas,
terima kasih sekali lagi, senang bertemu dengan anda, sampai ketemu dilain
hari...”
Aku dan Nima
pun menuju area parkir dimana motorku terparkirkan. Secepat mungkin aku
mengendarai motorku karena sudah tak sabar ingin menulis semua cerita hari ini di
buku diary. Tiba di rumah Nima, aku segera minta izin untuk lekas pulang.
Sesampainya di rumah aku bergegas menuju kamar dan meraih buku diaryku. Ku
tulis semua cerita hari ini. Untaian kata demi kata mengantarkan kegembiraanku
saat ini. Dan akhir kata untuk hari ini, tertuliskan “KARENA CAMDIG PERTEMUAN
ITU ADA DAN SETIAP PERTEMUAN SELALU ADA PERPISAHAN”.
0 komentar:
Posting Komentar